Berbicara mengenai sosial media, semua orang tahu akan hal ini, sosial media seperti facebook, instagram, dan masih banyak lagi pasti akan langsung terbesit di kepala. Perkembangan sosial media sangatlah bergerak cepat, mengingat pada 10 tahun yang lalu pada tahun 2009, sosial media masih penuh dengan keterbatasan. Seperti contohnya dulu belum ada yang namanya video call, ataupunmultichat, tapi kini semua itu sudah dapat kita dapatkan diiringi dengan perkembangan teknologi yang pesat. Perkembangan teknologi yang cepat ini terkadang bisa menghadirkan segala sesuatu menjadi lebih cepat pula, tetapi terkadang manusia sendiri lupa untuk bersikap bijak dalam menyikapi pesatnya perkembangan teknologi, sehingga memanfaatkannya untuk hal-hal negatif yang tidak baik. Hadirnya sisi negatif dari pesatnya perkembangan teknologi ini merupakan salah satu bentuk ketidaksiapan manusia dalam menghadapi era globalisasi, sebuah era pesatnya perkembangan teknlogi, dan era yang serba cepat ini. Segalanya kini memang serba cepat. Namun kita akan menengok ke dalam sejarah perkembangan manusia sendiri menurut Wildan (2008), yang menyatakan bahwa dalam sejarah peradaban manusia, kita mengetahui bahwa kemajuan masyarakat dicapai melalui beberapa tahapan yaitu : 1) Pada awal mulanya manusia berkomunikasi hanya dengan isyarat atau tanda-tanda atau lambang-lambang, tetapi dalam perkembangan manusia kemudian menciptakan dan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi; 2) Manusia mulai menggunakan aksara yang berkembang dari Pictograph ke Hieroglyp dan menjadi Ideograph; 3) Komunikasi dan pertukaran informasi dengan menggunakan aksara itupun semakin maju setelah menggunakan mesin cetak pada abad-15 oleh J. Gutenberg. Dengan penemuan mesin cetak tersebut komunikasi masa mulai dapat dilakukan dengan terbitnya surat kabar yang kemudian disusul oleh hadirnya radio, film dan televisi; 4) Ditemukannya komputer yang mempermudah dan mempercepat manusia dalam mengolah informasi; 5) Digabungkannya penggunaan komputer dengan telekomunikasi. Pada tahap inilah arti teknologi informasi yang sebenarnya yaitu teknologi yang menggabungkan komputer. Teknologi informasi yang menghadirkan jutaan kemudahan dalam mengakses apapun yang kita mau, serta kebebasannya, membuat kita lupa diri. Teknologi informasi menghasilkan sosial media yang penuh akan kebebasannya, sehingga kita lupa diri. Fake Account, merupakan salah satu bentuk lupa diri kita dalam menggunakan sosial media yang juga hasil dari perkembangan teknologi informasi. Mengapa bisa sampai ada fake accountdi dalam sosial media? Akan dibahas satu per satu mengenai sosial media, fake account, dan mengapa ada fake account, hingga korelasinya terhadap transformasi identitas dalam teknologi informasi.
Sosial Media
Sosial media menurut Caleb T. Carr dan Rebecca A. Hayes (2015) adalah media berbasis Internet yang memungkinkan pengguna berkesempatan untuk berinteraksi dan mempresentasikan diri, baik secara seketika ataupun tertunda, dengan khalayak luas maupun tidak yang mendorong nilai dari user-generated content dan persepsi interaksi dengan orang lain. Sosial media hadir sebagai salah satu hasil dari perkembangan teknologi informasi yang pesat yang kemudian memudahkan siapapun untuk terhubung dengan siapapun antar sesama pengguna sosial media. Contoh sosial media yang terkenal ialah: Facebook, Instagram, Twitter, dll.
Fake Account
Fake Account merupakan akun palsu yang dibuat oleh seseorang, yang bisa jadi dibuat pula menggunakan email palsu, dengan adanya maksud atau tujuan tertentu, baik itu dilakukan hanya untuk mencoba-coba saja, ataupun memiliki maksud negatif dibaliknya. Fenomena fake accountini sering ditemui di beberapa platform sosial media besar, salah satu sosial media terbesar yang paling sering ditemui adanya fake account ialah Instagram. Selanjutnya, akan dibahas salah satu kasus fake accountyang ada di Instagram yang dialami oleh saya sendiri. Sekitar seminggu yang lalu saya melakukan aktivitas di Instagram seperti biasa, saya melihat-lihat foto yang ada pada timelinesaya seperti biasa, hingga akhirnya saya melakukan komentar pada sebuah foto yang merupakan pemberitaan terhadap suatu kasus, lalu komentar saya pun sekitar tiga puluh menit dibalas oleh salah satu akun dengan username yang terbilang aneh dan tidak ada foto profilnya, serta profil akunnya kosong. Berikut adalah hasil tangkapan layar terhadap akun tersebut.
Balasan komentar yang dilakukan oleh akun diatas ini juga menggunakan bahasa yang kasar dan sangat tidak beretika. Setelah saya mendapatkan balasan tersebut saya langung membuka akun tersebut dan ternyata fake account lah yang saya dapatkan. Mengapa saya bisa katakan akun diatas merupakan fake account? Berikut akan kita korelasikan kedalam ciri-ciri fake accountyang dilansir dari style.tribunnews.com:
1. Akun yang tidak dan sulit dikenali, poin pertama dan utama adalah kalian tidak mengenali akun tersebut, dan tidak diketahui siapa pemilik akun tersebut. Teman dan orang terdekat juga tidak mengenal aku tersebut, bisa dipastikan bahwa akun itu adalah palsu.
2. Jumlah foto yang tidak ada sama sekali, Biasanya akun bisa dikatakan palsu bisa dilihat dari jumlah foto yang dipostingnya. Dengan jumlah kiriman yang sedikit, bahkan malah tidak ada foto sama sekali.
3. Pengikut (followers) yang sedikit, jumlah pengikut dari akun palsu ini sangat amat sedikit, karena kebanyakan dari merekan merupakan penguntit atau hanya mengikuti orang lain tanpa menunjukkan identitas aslinya.
Jika melihat dari ciri-ciri yang dikemukakan oleh style.tribunnews.com diatas, akun tersebut telah memenuhi klasifikasi sebagai akun palsu. Mengapa bisa ada akun palsu di sosial media? Apa penyebabnya?
Mengapa ada Fake Account?
Setelah melihat kasus mengenai fake accountdiatas tadi, mengapa bisa ada yang namanya fake accountitu? Dalam kasus diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa orang tersebut berani mengeluarkan komentar menggunakan kata-kata yang kurang terpuji karena menggunakan akun palsu, yang berarti jika ia berkata kurang terpuji, tidak ada yang tahu bahwa siapa identitas aslinya. Kondisi ini selaras dengan konsep Voyeourism, yaitu kecenderungan manusia untuk melihat sesuatu tanpa diketahui oleh orang yang dilihat. Konsep ini menggambarkan adanya kecenderungan manusia yang senang bahkan berani melihat sesuatu/seseorang tanpa diketahui oleh sesuatu/ seseorang yang dilihat, serta akun palsu sebagai pemenuh hasrat atas apa yang ia tidak bisa lakukan di realitas maupun dengan akun identitas aslinya. Hal ini sangatlah pas dengan apa yang dilakukan oleh akun palsu diatas, bukan hanya akun palsu diatas, tapi seluruh akun palsu yang tersebar di sosial media. Dilansir dari merdeka.com ada pernyataan yang dikemukakan oleh Steve Roy, Vice President Disqus yang menyatakan bahwa "Ini bukan tentang menyembunyikan identitas. Ini tentang privasi dan memilih identitas hingga Anda bebas berbicara," ungkap Roy. Dari pernyataan Roy, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk berani mengemukakan pendapat, pengguna akun sosial media cenderung menutupi identitas aslinya ketimbang dengan identitas aslinya. Kondisi ini memunculkan sebuah konsep baru bahwa setiap akun palsu pasti memiliki akun asli yang sesuai dengan identitas aslinya, tapi dengan identitas asli mereka cenderung bersikap palsu, sedangkan dengan identitas palsu mereka cenderung bersikap asli. Konsep ini pun sesuai dengan pernyataan menarik dari Nurkhalisha Ersyafiani (Pijar Psikologi untuk Liputan6.com) yang menyatakan "So, the real Instagram accounts are their fake selves, and the fake accounts are their real selves."
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2018. Di Balik Finsta, Akun-Akun Palsu di Instagram. https://www.liputan6.com/health/read/3589474/di-balik-finsta-akun-akun-palsu-di-instagram , diakses pada 15 Maret 2019 pukul 10.23
Admin. 2018. 5 Cara Membedakan Akun Instagram Asli dan Palsu, Jangan Sampai Tertipu!. http://style.tribunnews.com/2018/08/06/5-cara-membedakan-akun-instagram-asli-dan-palsu-jangan-sampai-tertipu?page=all , diakses pada 15 Maret 2019 pukul 09.02
Carr, Caleb T. & Rebecca A. Hayes. 2014. Social Media: Defining, Developing, and Divining. Volume 23, 2015 - Issue 1: Social Media Circa 2035: Directions in Social Media Theory
Musofa, Dwi Zain. 2014. Mengapa orang pakai nama palsu saat berkomentar di media sosial?. https://www.merdeka.com/teknologi/mengapa-orang-pakai-nama-palsu-saat-berkomentar-di-media-sosial.html , diakses pada 15 Maret 2019 pukul 09.34
Mantap lanjutkan. . .
BalasHapus